Dengan mudahnya warga negara asing (WNA) ataupun investor dari luar negeri untuk memiliki properti di Indonesia maka akan tercipta multiplier effect seperti terbukanya lowongan pekerjaan, menekan angka kemiskinan, hingga terciptanya kemakmuran. (Foto: ilustrasi/zh).
INDONESIAHOUSING.ID, Jakarta – Sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo, yakni investasi merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi bangsa, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus berupaya melakukan penyederhanaan regulasi. Harapannya, dengan mempermudah proses birokrasi bisa semakin tinggi pula minat investasi di Indonesia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana mengatakan, salah satu langkah yang dilakukan saat ini ialah mempermudah warga asing untuk memiliki properti di Indonesia. “Pemerintah yakin dengan kehadiran warga negara asing yang melakukan aktivitas di Indonesia bisa meningkatkan daya saing Indonesia,” ujarnya dalam acara Sosialisasi Regulasi Kepemilikan Hunian untuk Orang Asing di Jakarta, Kamis (03/08/2023).
Baca Juga: Realisasi Pemilikan Hunian bagi WNA Belum Efektif, Ini Hambatannya
Ia menjelaskan, dengan mudahnya para investor dari luar negeri untuk memiliki properti di Indonesia maka akan tercipta multiplier effect seperti terbukanya lowongan pekerjaan, menekan angka kemiskinan, hingga terciptanya kemakmuran. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk mendukung hal tersebut.
Kondisi ini juga didukung oleh tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya di negara-negara Asia Tenggara beberapa tahun belakangan. “Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik pangsa pasar asing karena Indonesia memiliki pasar yang sangat besar dan panorama alam yang sangat indah, terutama di tiga destinasi, yakni Jakarta, Batam, dan Bali,” tutur Suyus Windayana.
Sejauh ini beberapa aturan telah dikeluarkan demi mempermudah proses kepemilikan aset bagi warga asing. Salah satunya ialah saat ini warga asing yang memenuhi syarat bisa memiliki hak berjangka seperti Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Baca Juga: Stakeholder Kompak Sebut Sektor Perumahan Butuh Kementerian Sendiri
Namun, Sekjen Kementerian ATR/BPN menyampaikan, masih ada beberapa kendala yang menghambat warga asing untuk memiliki properti di Indonesia. “Hambatannya pertama, saat ini orang asing yang mau beli rumah harus punya Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), kemudian harus di atas Hak Pakai untuk yang satuan rumah susun, ini yang akan kita hilangkan. Lalu, ada di beberapa daerah yang di aplikasinya harus punya Nomor Induk Kependudukan (NIK), sementara orang asing kan tidak punya, hal-hal ini harus kita sesuaikan,” pungkas Suyus Windayana.
Tertinggal Dibanding Negara Lain
Dalam merealisasikan kepemilikan hunian bagi warga negara asing (WNA), Indonesia sangat tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan lainnya. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar darisegi pasar, stabilitas politik dan ekonomi, infrastruktur, kondisi iklim tropis, dan keindahan alam yang memesona.
“Kita jauh tertinggal dari negara lain, padahal setidaknya ada tiga wilayah di Indonesia yang diminati dan disukai orang asingyakni Jakarta, Bali dan Batam,” ujar Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta.
Menurutnya, proses penjajakan regulasi kepemilikan hunian untuk WNA ini sudah dimulai sejak beberapa dekade yang lalu. Butuh waktu yang lama sejak 1996 hingga akhirnya Pemerintah Indonesia membentuk peraturan yang layak lewat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang dilengkapi dengan PP No.18 Tahun 2021 dan Permen No.18 Tahun 2021.
Di dalam beleid-beleid tersebut sudah diatur bahwa persyaratan WNA untuk memiliki hunian di Indonesia cukup hanya dengan paspor, visa atau izin tinggal. Tetapi nyatanya, meski aturan tersebut sudah diberlakukan sejak 2021, namun hingga kini realisasinya belum terlaksana.
Belum adanya transaksi efektif pembelian hunian bagi WNA diIndonesia, kata Ignesjz, disebabkan beberapa permasalahan yang menjadi hambatan.
Baca Juga: REI Komitmen Dorong Kebangkitan Industri Properti Nasional
Dua yang terpenting diantaranya adalah berkaitan dengan syarat validasi untuk pembayaran BPHTB akibat pemerintah daerah masih mensyaratkan WNA sebagai subjek pajak luar negeri (SPLN) harus memiliki nomor peserta wajib pajak (NPWP).
“Padahal,sudah ada surat dari Dirjen Pajak yang menetapkan untuk WNA SPLN cukup memberikan nomor paspor yang berlaku dan tidak memerlukan NPWP untuk melaporkan pajaknya,” jelas Ignesjz.
Hambatan lain, tambahnya, terkait pemegang hak pengelola lahan (HPL) yang belum bersedia untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNA. Padahal,mengacu kepada Permen No.18 tahun 2021 (pasal 13 dan 71)maka seharusnya tidak ada masalah bagi pemegang HPL untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNI dan WNA.
Ignesjz menegaskan, permasalahan tersebut secara bertahap terus dibahas REI bersama Kemendagri yakni Ditjen Keuangan Daerah dan Ditjen Bangda, Kementeran ATR/BPN dan Pemda se-Jabotabek yang difasilitasi oleh Kementerian PUPR. (zh1).
31 Comments