HEADLINE NEWS

Gara-gara Hal Ini, Pengembang Rumah Subsidi Terancam Sekarat

Apersi

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi  Abdillah (kanan), didampingi Bambang Setiadi, Ketua Bid. Perizinan DPP APERSI, (kiri), saat berbincang santai degan para Junalis, Senin (13/6/2022). (foto:zh).

INDONESIAHOUSING.ID, Jakarta—  Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia APERSI, Junaidi Abdillah mengeluhkan sulitnya membangun rumah bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam beberapa waktu belakangan ini. Dia mengatakan kondisi ini membuat pengembang anggota APERSI semakin sulit bertahan, meski pandemi Covid-19 mulai mereda.

“Bagi kami pengembang rumah bersubsidi, kondisi sekarang cukup berat sehingga mempengaruhi produksi hunian bagi masyarakat MBR menjadi terhambat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain akibat kenaikan harga bahan bangunan yang cukup tinggi, masalah perizinan, dan Isu akuisisi Bank BTN,” ujarnya di Jakarta, Senin, (13/62022).

Baca Juga: Pengembang Beberkan Kendala Sektor Perumahan di 2022

Menurut Junaidi, dalam empat bulan terakhir mayoritas anggota APERSI menahan diri untuk membangun hunian bagi MBR, meskipun permintaan konsumen sebetulnya tetap tinggi.

rumah subsidi
Kenaikan harga tanah/lahan dan harga bahan bagunan yang cukup signifikan, membuat pengembang kesulitan untuk membangun

“Bukannya kami tidak mau membangun, tapi dengan kenaikan harga material dan kenaikan harga tanah/lahan yang cukup signifikan, membuat pengembang kesulitan untuk membangun, karena cost-nya sudah sangat tinggi,” jelasnya.

Karena itu lanjut Junaidi, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan baru terkait penyesuaian harga jual rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang sudah tiga tahun tidak mengalami kenaikan.

“Harapan kami pemerintah segera mengeluarkan kebijakan baru soal penyesuaian harga jual rumah bersubsidi, karena penyesuaian harga jual rumah subsidi tersebut sudah selesai di Kementerian Keuangan, tapi entah karena apa, SK-nya sampai sekarang belum juga keluar,” imbuhnya.

Selanjutnya yang juga menjadi kendala bagi pengembang anggota APERSI adalah masalah perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Junaidi menuturkan, meskipun sudah ada relaksasi dari pemerintah, namun pengurusan izin PBG ini masih terkendala di lapangan. “Persepsi beberapa pemerintah daerah (Pemda) belum sepaham dengan apa yang dimaui oleh pusat,” katanya.

Isu Merger Bank BTN

Hal lain yang juga berperan menghambat pembangunan rumah bagi MBR adalah isu akuisisi atau merger Bank BTN dengan bank BUMN lainnya. Dengan kata lain, isu  merger ini juga membuat  kegelisahan tersendiri bagi pengembang  APERSI, karena dikuatirkan akan mempengaruhi capaian program sejuta rumah.

“Tidak-lah gampang merger khususnya bank fokus perumahan ini dengan bank umum. Karena kita tahu dari semenjak bank BTN itu berdiri, penanganan terhadap hunian MBR itu harus memiliki skill tersendiri. Artinya apa? Kita bukan hanya bicara merger-nya saja, tapi apakah nanti merger yang akan terjadi itu bisa langsung jalan seperti apa yang diinginkan?” tanya Junaidi.

Senada dengan itu, Bambang Setiadi, Ketua Bidang Perizinan DPP APERSI mengatakan, dirinya lebih mendukung jika Bank BTN yang sudah terbukti memiliki sejarah panjang dan sudah terbukti berkomitmen fokus membiayai perumahan untuk tetap dipertahankan.

Baca Juga: Lahan Sulit, 50% Pengembang Apersi Tak Full Speed

“Untuk rumah MBR ini tidak semudah mengurus rumah masyarakat yang menengah ke atas. Saya kuatir jika ini terjadi akan mengganggu yang sudah berjalan saat ini. Masa peralihan itu juga butuh proses yang lama, bahkan mungkin bisa 5-10 tahun baru bisa berjalan normal. Nah, kita berharap industri properti khususnya rumah MBR  jangan sampai terhambat oleh hal-hal demikian, sehingga backlog akan bertambah lagi,” terang Bambang.

Lebih lanjut Bambang menuturkan, dalam kondisi seperti sekarang ini dan dalam upaya pemulihan ekonomi nasional, pemerintah harusnya tidak mengganggu sistem yang sudah ada dan sudah berjalan dengan baik.

“Kalau ada yang kurang, ya diperbaiki saja. Karena itu, kami sangat berharap BTN tetap dipertahankan. Kita ingin hal ini dipahami juga oleh pemerintah, terutama Kementerian BUMN,” pungkasnya. (zh1)

 

31 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *