EXPERT NEWS

Praktisi Perkotaan dan Properti Sarankan Masyarakat Miskin Jadi Prioritas Program 3 Juta Rumah

3 juta rumah

Soelaeman Soemawinata, Praktisi Perkotaan dan Properti: Fokus utama program pembangunan 3 juta rumah yang akan dilakukan pemerintah mendatang seharusnya adalah rakyat miskin (pro-poor) yang di bawah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

JAKARTA, www.indonesiahousing.id – Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berjanji akan memerhatikan sektor perumahan dengan membangun 3 juta rumah setiap tahunnya. Pembangunan 3 juta rumah itu masing-masing 1 juta rumah di perkotaan, dan 2 juta rumah di pedesaan dan pesisir.

Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata menilai janji politik tersebut akan mendorong pemerintahan baru mendatang untuk memberikan perhatian lebih terhadap program penyediaan perumahan nasional. Penangganan masalah perumahan untuk masyarakat memang tidak bisa diselesaikan secara parsial apalagi menjadi sampingan, tetapi harus ditanggani komprehensif (menyeluruh) termasuk siapa yang menjadi sasaran utamanya.

Baca Juga: Menko Airlangga: Reforma Agraria untuk Mengatasi Kemiskinan Ekstrem

Menurutnya, fokus utama program pembangunan 3 juta rumah yang akan dilakukan pemerintah mendatang seharusnya adalah rakyat miskin (pro-poor) yang di bawah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kelompok masyarakat ini mayoritas bekerja serabutan dengan penghasilan hanya cukup untuk makan sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung.

Kelompok masyarakat ini, ungkap Eman (demikian dia akrab disapa), jumlahnya ada berpuluh juta orang. Sebagian besar hanya mampu menyewa karena tidak bisa membeli rumah, sedangkan sisanya terutama di pedesaan ada yang memiliki tanah tetapi tidak mampu membangun atau memiliki tanah dan rumah namun kondisi rumahnya memprihatinkan. Bahkan di perkotaan, ada masyarakat yang terpaksa tinggal di permukiman kumuh (slum area).

“Kalau kita lihat piramida kemiskinan itu lebih banyak yang di bawah MBR, sehingga kelompok masyarakat ini yang sepatutnya lebih diutamakan pemerintah saat nanti program 3 juta rumah dijalankan. Pemerintah dan negara harus hadir langsung membantu kelompok masyarakat ini untuk membangun atau merenovasi rumah mereka,” tegas Ketua Badan Kejuruan Tenik Kewilayahan dan Perkotaan (BKTKP) PII tersebut.

Baca Juga: REI Siap Jawab Tantangan Prabowo-Gibran Bangun 3 Juta Rumah

Dengan memberikan prioritas terhadap kelompok masyarakat miskin di bawah MBR ini, maka hal itu sejalan dengan sasaran pemerintahan mendatang untuk meningkatkan gizi masyarakat terutama anak-anak. Eman menegaskan, peningkatan gizi tersebut tidak cukup jika kualitas rumah dan lingkungan masyarakat tidak dibenahi juga.

Sementara untuk rumah kelompok MBR (affordable housing), Eman menilai saat ini telah didukung berbagai kemudahan dari pemerintah seperti adanya bantuan uang muka, pembebasan pajak dan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang rendah. Tinggal dilakukan pembenahan syarat aturan dan penyempurnaan pada skim pembiayaannya agar lebih mudah diakses MBR.

Baca Juga: Prabowo Mau Bangun 3 Juta Rumah, Ini Catatan Aktifis The HUD Institute

Dia menyebutkan, MBR adalah kelompok masyarakat yang berkemampuan membeli rumah karena memiliki penghasilan (antara Rp6 juta sampai Rp7 juta per bulan) tetapi tidak mencukupi sehingga perlu dibantu pemerintah dengan berbagai dukungan insentif.

“Kelompok MBR ini tetap harus diperkuat dengan berbagai kemudahan sehingga mereka menjadi sanggup untuk membeli rumah,” ungkap Eman yang kini menjabat Board of Directors Member FIABCI Dunia.

Bentuk Urban Fund

Untuk memenuhi penyediaan rumah maupun renovasi rumah bagi kelompok masyarakat di bawah MBR tersebut, pemerintah perlu turun tangan langsung untuk membangun atau memperbaiki rumah masyarakat termasuk dengan menyiapkan dana dan tanah jika diperlukan.

“Tentu keterbatasan anggaran pemerintah yang terbatas menjadi masalah. Oleh karena itu pemerintah dapat melibatkan swasta atau donor asing melalui penghimpunan dana abadi perkotaan (urban fund) sebagai alternatif sumber pendanaan pemerintah dalam pembangunan rumah, rusunawa, renovasi rumah masyarakat atau program penataan kampung kumuh,” jelas Eman.

Baca Juga: IAP Jakarta Dukung Pembentukan Urban Fund di Perkotaan

Urban fund bersumber dari dana-dana yang tidak memerlukan pengembalian secara komersial baik dana pemerintah, bantuan donor asing dan pihak swasta termasuk dana corporate social responsibility (CSR). Sebagai dana abadi, maka dana pokok urban fund tidak akan dipakai, tetapi hanya memanfaatkan bunganya saja.

“Selain memperbesar anggaran perumahan, urban fund juga dapat digunakan untuk subsidi selisih bunga bagi perumahan MBR dan garansi (asuransi) pembiayaan perumahan bagi masyarakat di sektor informal,” ungkap Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) periode 2016-2019 itu.

Baca Juga: Konsisten Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan lewat TJSL, Bank DKI Raih Penghargaan Indonesia Best CSR Award 2024

Ditambahkannya, pengelolaan urban fund dapat diserahkan kepada lembaga keuangan perumahan seperti BP Tapera dan PT SMF (Persero). Lembaga tersebut tinggal diberikan kewenangan untuk mengelola urban fund lewat keputusan atau peraturan presiden. Selain urban fund, kata Eman, perlu dipikirkan sumber pendanaan lain yang sifatnya tidak memberikan pembebanan baru terutama kepada masyarakat, tetapi mengefektifkan yang sudah ada.

“Misalnya apakah semua perusahaan swasta atau BUMN telah melaksanakan program CSR sesuai aturan 2% dari keuntungan? Lalu apakah pengembang yang membangun hunian mewah sudah menjalankan ketentuan hunian berimbang? Banyak sumber-sumber lain yang dapat dilakukan tanpa membebani masyarakat dan negara,” tegasnya.

Baca Juga: Metland Cyber Puri Pasarkan 157 Unit Hunian Eksklusif di Cluster South Tresor

Eman juga mendorong pemerintah pemberlakuan program reforma agraria untuk penyediaan rumah masyarakat. Dia memberi contoh banyaknya masyarakat terutama di pesisir yang tidak memiliki tanah untuk dibangunkan rumah. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan redistribusi lahan bagi masyarakat yang kurang beruntung tersebut. Lalu rumahnya dibangun pemerintah dengan anggaran negara maupun urban fund.

“Saya pikir tidak masalah ya (keterlibatan pemerintah), karena tanah dan rumah tersebut diberikan untuk rakyat Indonesia sendiri yang memang membutuhkan rumah layak. Nanti tinggal pengawasannya diperkuat agar tepat sasaran,” pungkas alumni Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut. (zh1).

Redaksi@indonesiahousing.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *