“Dengan telah adanya Kementerian PKP, maka pembentukan BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien” – Joko Suranto.
JAKARTA, WWW.INDONESIAHOUSING.ID – Wacana pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk mempercepat pembangunan perumahan kembali mencuat. Badan ini disebutkan akan menjadi penggawa yang mengatur penerapan aturan hunian berimbang.
Menanggapi wacana pembentukan BP3, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto mengatakan dengan telah terbentuknya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), maka pembentukan BP3 menjadi tidak relevan. Terlebih lagi, saat ini pemerintah sudah memberlakukan sistem perizinan berusaha terintegrasi berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS).
“Kalau melihat kembali ke belakang, rencana awal pembentukan BP3 adalah sebagai lembaga ex officio untuk memudahkan koordinasi mengingat sektor perumahan ini melibatkan setidaknya lima kementerian terkait. Tetapi dengan telah adanya Kementerian PKP, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien (dibentuk),” ujar CEO Buana Kassiti Group tersebut di Jakarta, Kamis (13/3).
Baca Juga: REI Tuntut Klaim 4.000 Pengembang Nakal Diklarifikasi
Asosiasi pengembang properti tertua dan terbesar di Tanah Air itu menilai rencana pemerintah untuk mempercepat pembangunan perumahan melalui pemberlakuan hunian berimbang cukup hanya dilakukan oleh Kementerian PKP yang memiliki fungsi dan kewenangan lebih kuat dibandingkan BP3. Selain itu, keberadaan BP3 justru berpotensi memunculkan dualisme kebijakan dan menumbuhkan kembali pengaturan oleh banyak lembaga di industri properti termasuk perumahan.
“Oleh karena itu, kami berpendapat aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP, sehingga tidak ada tumpang tindih kelembagaan dan kebijakan,” tegas Joko Suranto.
Perbaikan Aturan
Berkaitan dengan akan diterapkannya hunian berimbang, ditegaskan secara prinsip REI tidak menolak, karena aturan tersebut adalah satu kewajiban yang diatur undang-undang. Tetapi dalam perjalanannya selama 13 tahun, hunian berimbang ternyata belum dapat terealisasi. Oleh karena itu, selain lewat satu pintu regulator, skema aturan hunian berimbang harus realistis untuk diterapkan.
REI menyampaikan beberapa usulan yang memungkinkan untuk dilakukan pemerintah agar hunian berimbang dapat diterapkan.
Pertama, usulan adanya revisi regulasi agar hunian berimbang untuk skala besar dapat dilaksanakan pada lokasi lain baik lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Selain itu, hunian berimbang dapat dikerjasamakan antara pengembang skala besar dan pengembang skala kecil.
Kedua, implementasi hunian berimbang diterapkan melalui rencana tata ruang. Dimana lokasi pembangunan rumah tipe 3 (rumah sederhana bagi MBR) ditetapkan dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan dalam bentuk sub-zonasi khusus untuk rumah sederhana. Dengan begitu, kata Joko Suranto, akan mengunci harga lahan di lokasi pembangunan rumah MBR tersebut.
Dia berharap segera ada kebijakan yang komprehensif dari Kementerian PKP berkaitan dengan skema hunian berimbang, serta tetap tercipta sinergi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan. (EZ-4)